
BULELENG, Makersware - Deputi Menteri Pariwisata (Deputi Mentrpar) Ni Luh Puspa menyampaikan, overtourism Di Bali saat ini masalah tersebut tetap menjadi topik yang sensitive. Sebenarnya apa yang terjadi tidak demikian. over tourism , tetapi aktivitas wisatawan yang masih didominasi di bagian selatan Bali.
Overtourism Merujuk pada situasi di mana para pengunjung yang menuju ke sebuah tempat pariwisata melampaui batasan kemampuan sumber daya alam, fasilitas umum, serta komunitas lokal untuk menopangnya dengan bertahan lama.
Fenomena overtourism Bukan saja merusak lingkungan, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan budaya setempat.
"Cara memulai agar wisatawan dapat mencapai Bali Barat, Bali Utara, dan juga Bali Timur dimulai dari dasarnya," kata Wamenpar Ni Luh Puspa saat berada di Pantai Lovina, Bali pada hari Minggu, 22 Juni 2025 melalui rilis persnya.
Selanjutnya, Ni Luh Puspa menyebut bahwa untuk mendistribusikan kembali para wisatawan di Bali, Kementerian Pariwisata bersama dengan sektor bisnis sudah mengenalkan program pariwisata yang disebut 3B yaitu Banyuwangi-Bali Barat-Bali Utara.
Paket perjalanan wisata 3B itu bertujuan untuk mendapatkan 10% dari total pengunjung di Bali, termasuk turis dalam negeri dan luar negeri, sambil mengoptimalkan akses melalui Banyuwangi.
"Kami memilih (GWB) di Bali Utara bukan hanya karena adanya paket wisata 3B yang terus kita promosikan, tetapi juga karena Lovina ini merupakan center -Bali Utara. Tujuan saya adalah menguatkan peran Lovina sebagai center -Bali Utara ini," ungkap Ni Luh Puspa.
Gerakan Wisata Bersih
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) meluncurkan program Gerakan Wisata Bersih (GWB) di Pantai Lovina, Buleleng, Bali, guna mendukung redistribusi kunjungan wisatawan dari kawasan Bali Selatan menuju Bali Utara.
Harapan ada bahwa inisiatif ini akan mempercepat penyebaran yang lebih adil, bermutu, dan berkelanjutan dalam sektor pariwisata.
"Kita harus membuat satu inisiatif yang menaikkan nama tempat itu dan GWB inilah salah satunya, maka kita pilih Pantai Lovina sebagai lokasi kegiatan," ujar Ni Luh Puspa.
Dia menggarisbawahi pentingnya kebersihan sebagai elemen utama untuk membangun pengalaman perjalanan yang premium. Destinasi yang tampak rapi akan membuat para tamu merasa lebih tenang dan ingin berlama-lama.
"Apakah itu? Adalah pengalaman saat tiba di tempat tujuan yang bersih atau tidak, hal ini cukup berdampak pada minat wisatawan. Saya langsung menerima banyak komentar setelah dilantik bahwa daerah kita kotor, toilet kurang terawat, dll. Karena alasan tersebut, kami luncurkan Gerakan Wisata Bersih," jelas Ni Luh Puspa.
Gerakan Wisata Bersih merupakan gerakan kolektif dalam meningkatkan daya saing destinasi pariwisata Indonesia yang lebih aman dan sehat bagi wisatawan.
Pada "Initiatif Travelling Berkelanjutan," Departemen Pariwisata meluncurkan sejumlah aktivitas seru dan bernilai positif. Di luar pembersihan masal di lokasi pariwisata, terdapat juga program edukatif dan kampanye untuk mendidik para pelancong dan warga setempat tentang pentingnya menjaga alam. Tambahan lagi, tersedianya sarana penunjang seperti tong sampah yang cukup dan ramah lingkungan, beserta dengan manajemen limbah berdasarkan komunitas bertujuan untuk membentuk solusi jangka panjang dalam hal ini.
Proyek ini bertujuan untuk memperkuat persaingan sektor wisata Indonesia berdasarkan dimensi "health and hygiene" dari Indeks Pengembangan Pariwisata dan Wisatawan (TTDI).
Kegiatan Gerakan Wisata Bersih (GWB) yang berlangsung di Pantai Lovina melibatkannya kira-kira 500 orang partisipan yang berasal dari perwakilan pemerintahan tingkat nasional maupun regional, lembaga pengajaran, kelompok masyarakat, organisasi profesi, partner kerjasama, hingga warga setempat.
Acara tersebut menampung sampah yang selanjutnya diantarkan ke Tempat Pengolahan Sementara (TPS) guna dilakukan sortir serta penanganan lebih lanjut berdasarkan pedoman manajemen limbah terintegrasi.
Ni Luh Puspa menginginkan agar pengaktifan GWB di tempat wisata sungguh-sungguh berubah menjadi sebuah gerakan serta meningkatkan kesadaran bersama.
"Saya membayangkan jika setiap lokasi yang dikenakan GWB dapat melaksanakan aktivitas pembersihan secara berkala tiap bulannya, bukan hanya berkolaborasi dengan warga lokal dan pemangku kepentingan industri, tetapi juga mengundang para pengunjung untuk bergabung," jelas Ni Luh Puspa.
Posting Komentar